Jumat, Desember 26, 2025

Skandal Pemerasan Oknum Jaksa, Modus UU ITE Terbongkar, Kajari Hingga Pengacara Berujung Rompi Oranye

Must Read

INTERAKINDO.COM – Dunia hukum Indonesia kembali diguncang oleh drama yang sayangnya terasa seperti ‘kaset rusak’. Kabar mengenai oknum penegak hukum yang tertangkap tangan atau terjerat kasus korupsi kembali menghiasi tajuk utama.

Fenomena ini memicu keprihatinan mendalam: bagaimana mungkin mereka yang seharusnya menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi, justru menjadi aktor di dalamnya?

Ironi di Balik Toga dan Seragam

Kasus terbaru ini menjadi pengingat pahit bahwa integritas masih menjadi barang mewah di institusi penegak hukum kita. Istilah “Dan Terjadi Lagi” bukan sekadar judul lagu, melainkan refleksi nyata atas kegagalan sistemik dalam menjaga moralitas para abdi hukum.

Saat kunci keadilan justru digunakan untuk membuka pintu suap, maka kepercayaan publik berada di titik nadir.

Mengapa Terus Berulang?

Ada beberapa poin krusial yang menjadi sorotan mengapa lingkaran setan ini sulit diputus:

Lemahnya Pengawasan Internal: Mekanisme pengawasan di tubuh institusi penegak hukum seringkali dianggap hanya formalitas dan kurang tajam dalam mendeteksi penyimpangan sejak dini.

Sistem Rekrutmen dan Promosi: Masih adanya celah dalam proses seleksi dan kenaikan jabatan yang belum sepenuhnya berbasis meritokrasi dan transparansi.

BACA JUGA :   Dari Pesisir Hingga Hati: Semangat Hari Kedua IPPA Fest Aloha 2025

Gaya Hidup dan Konsumerisme: Tekanan gaya hidup seringkali melampaui pendapatan resmi, yang kemudian mendorong oknum untuk mencari “jalan pintas”.

Dampak bagi Agenda Pemberantasan Korupsi

Keterlibatan penegak hukum dalam praktik korupsi memberikan dampak yang sangat merusak:

Demoralisasi Publik: Masyarakat menjadi skeptis dan apatis terhadap upaya pemberantasan korupsi yang sedang digalakkan.

Ketidakpastian Hukum: Keadilan menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan, merugikan para pencari keadilan yang jujur.

Citra Internasional: Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia terancam semakin melorot, yang berimplikasi pada iklim investasi dan ekonomi.

Menanti Reformasi Jilid Lanjut

Kejadian berulang ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah dan pimpinan lembaga hukum. Tidak cukup hanya dengan penangkapan; perlu ada langkah radikal mulai dari perbaikan sistem penggajian, penguatan whistleblowing system, hingga sanksi pemecatan secara tidak hormat tanpa kompromi bagi siapa pun yang terbukti berkhianat pada sumpah jabatan.

Keadilan tidak akan pernah tegak selama tangan yang memegang timbangan masih menerima amplop di bawah meja. Kini, publik menanti: apakah ini akan menjadi kasus terakhir, ataukah kita hanya sedang menunggu judul berita serupa di masa depan?

BACA JUGA :   Lisa Mariana Ditetapkan sebagai Tersangka Video Syur, Polisi Beberkan Bukti Kunci

Kasus Terbaru

Berita terbaru menyebutkan kasus korupsi kembali menyeret aparat penegak hukum. Dalam kurun waktu 1 x 24 jam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap jaksa di dua wilayah berbeda, yakni Banten dan Kalimantan Selatan, terkait dugaan praktik pemerasan.

Dua operasi senyap tersebut dilakukan pada 18–19 Desember 2025 dan menjerat sejumlah pejabat kejaksaan, mulai dari jaksa hingga kepala kejaksaan negeri. Penanganan perkara pun terbagi antara Kejaksaan Agung dan KPK.

OTT Jaksa di Banten OTT pertama dilakukan KPK di Banten pada Rabu (18/12) malam.

Dalam operasi tersebut, seorang jaksa bersama empat orang lainnya diamankan dan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, untuk pemeriksaan lebih lanjut. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, KPK telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung terkait penangkapan oknum jaksa tersebut.

“Dan memang kan sudah ada koordinasi dengan Kejaksaan Agung, nanti kita lihat lah hasilnya,” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, dilansir Kompas.com.

BACA JUGA :   Hati-Hati Difoto di Jalan! Komdigi Awasi Fotografer Jalanan yang Langgar Privasi

Namun, pada Jumat (19/12) dini hari, KPK menyerahkan penanganan perkara tersebut kepada Kejaksaan Agung.

Penyerahan dilakukan karena Kejagung telah lebih dulu menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik). Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, sprindik telah diterbitkan Kejagung sejak Rabu (17/12).

“Ternyata di sana (Kejagung) orang-orang tersebut sudah jadi tersangka, dan sudah terbit surat perintah penyidikannya. Untuk kelanjutan penyidikannya, tentu nanti dilanjutkan di Kejaksaan Agung,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.

Menindaklanjuti OTT tersebut, Kejagung menetapkan lima orang tersangka dalam perkara dugaan pemerasan terkait penanganan perkara pidana umum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang melibatkan warga negara asing.

Tiga tersangka merupakan oknum jaksa, yakni HMK selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tigaraksa, RV selaku Jaksa Penuntut Umum, serta RZ selaku Kepala Subbagian di Kejati Banten.

Dua tersangka lainnya berasal dari pihak swasta, yaitu DF yang berprofesi sebagai pengacara dan MS sebagai penerjemah atau ahli bahasa.***

 

- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img
Latest News

Pengakuan Tak Lazim Pria China Lulus JLPT N2 Setelah Nonton Ribuan Film Dewasa

INTERAKINDO.COM — Media sosial dihebohkan oleh pengakuan tak lazim seorang pria asal China bernama Jakku Song. Lewat sebuah video...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img