INTERAKINDO.COM – Sengketa lahan antara Jusuf Kalla (JK) dan PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) perusahaan yang terkait dengan Lippo Group semakin memanas. Kasus ini bukan sekadar rebutan lahan 16,4 hektar di kawasan Tanjung Bunga, Makassar, tapi sudah menyentuh isu serius seperti sertifikat ganda, dugaan dokumen palsu, dan eksekusi yang dinilai bermasalah.
JK menegaskan bahwa lahan itu adalah miliknya secara sah. Ia memegang empat sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan akta pengalihan hak yang diterbitkan BPN Makassar pada 1996 dan 2008. Meski begitu, lahan seluas 164.151 meter persegi yang ia klaim justru digunakan dan dikuasai PT GMTD. Di sinilah masalah mulai rumit, karena muncul sertifikat ganda dua sertifikat untuk satu objek tanah.
Dalam kasus seperti ini semestinya sengketa diselesaikan lewat pengadilan untuk menentukan sertifikat mana yang sah. Namun, sengketa ini berjalan di jalur berbeda. PN Makassar menyatakan lahan tersebut dimenangkan oleh PT GMTD, dan eksekusi lapangan langsung dilakukan. JK menolak langkah itu karena menurutnya objek yang dieksekusi bukan lahan yang ada dalam sertifikat miliknya.
Kementerian ATR/BPN ikut angkat suara. Kepala Biro Humas dan Protokol ATR/BPN, Shamy Ardian, menyoroti bahwa eksekusi dilakukan tanpa konstatering prosedur wajib untuk mencocokkan objek tanah di lapangan sebelum tindakan pengadilan. Tanpa konstatering, risiko salah eksekusi sangat besar.
Nama Lippo Group juga ikut terseret karena hubungan bisnisnya dengan GMTD. CEO Lippo, James Riady, menegaskan bahwa tanah itu bukan milik Lippo langsung, tapi milik GMTD sebagai perusahaan publik. Lippo sendiri memilih tidak terlalu banyak bicara dan menyerahkan prosesnya ke jalur hukum.
JK juga menyinggung adanya dugaan rekayasa dan praktik mafia tanah dalam penerbitan sertifikat yang tumpang tindih. Beberapa pakar hukum menilai, kalau benar ada oknum BPN yang ikut bermain, semestinya ada tindakan tegas.
Sengketa ini sekarang bukan cuma soal lahan. Kasus ini membuka pertanyaan besar soal keamanan sertifikat tanah, ketelitian proses eksekusi pengadilan, dan bagaimana sistem pertanahan kita bekerja.



